Kamis, 19 November 2015

Reduplikas Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa

REDUPLIKASI
BAHASA INDONESIA DAN BAHASA JAWA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Linguistik
Dosen Pengampu : Muflihah

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/0/03/Logo_STAIN_Kudus_Jawa_Tengah.jpg


Disusun Oleh :
Nama    : Rani Qoimatus Salafiyah       
NIM        : 1310210009

 


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH (PBA)
TAHUN 2015
LATAR BELAKANG

Bahasa  sebagai  sarana  komunikasi  merupakan  alat  yang  sangat  penting untuk   menyampaikan  informasi. Pada  kehidupan  sehari-hari, manusia  tidak dapat melepaskan  diri  dari  kegiatan  berbahasa,  karena  bahasa  merupakan  satu-satunya alat  komunikasi  yang  paling  efektif  untuk  menyampaikan  berbagai hal. Dengan  demikian  jelaslah  bahwa  bahasa  merupakan  sarana  atau  alat komunikasi  yang paling  penting dalam  kehidupan manusia. Bila kita mempelajari bahasa, tentu  tidak  terlepas  dari linguistik  yang  meliputi 
fonologi,  morfologi,  semantik,  sintaksis, dll.
            Dalam morfologi terdapat proses-proses morfemis diantaranya adalah afiksasi, reduplikasi, komposisi, konversi, modifikasi internal, suplesi, dan pemendekan. Di antara proses-proses morfemis, selain dari proses morfemis yang segmental (pengafiksan) dan nonsegmental (seperti perubahan vokal) ada proses lain yaitu reduplikasi.
            Kita sebagai warga Negara Indonesia sudah sepantasnya memahami seluk-beluk proses pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia, termasuk reduplikasi. Namun kita juga selaku penduduk Pulau Jawa harus tetap melestarikan Bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi kehidupan keseharian selain  Bahasa Indonesia. Selain itu, kita juga perlu memahami proses reduplikasi dalam Bahasa Jawa. Oleh karena itu, pada kali ini penulis hendak meneliti tentang persamaan dan perbedaan proses reduplikasi Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa.









TEORI

Dalam morfologi terdapat proses-proses morfemis diantaranya adalah afiksasi, reduplikasi, komposisi, konversi, modifikasi internal, suplesi, dan pemendekan. Di antara proses-proses morfemis, selain dari proses morfemis yang segmental (pengafiksan) dan nonsegmental (seperti perubahan vokal) ada proses lain yaitu reduplikasi.[1]
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi. [2] Uhlenbeck (1978:98-116) membedakan istilah duplikasi dan reduplikasi. Duplikasi adalah prosede pembentukan kata kompleks dengan jalan pengulangan morfem secara penuh, sedangkan reduplikasi adalah prosede pembentukan kata kompleks pengulangan morfem secara parsial. Proses reduplikasi banyak terdapat dalam berbagai bahasa di seluruh dunia, tidak terkecuali dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.[3]
Kata ulang dipilah menjadi ulang penuh, ulang sebagian, ulang variasi,dan ulang afiksasi, ulang kontras.
1.      Ulang penuh
proses pengulangan kata dasar sepenuhnya dalam satu kata dasar.
Seperti: foya-foya, hura-hura, pura-pura, gara-gara, nilai-nilai, undang-undang, bunga-bunga, buku-buku, meja-meja, rumah-rumah, pohon-pohon, makanan-makanan, malam-malam, bunyi-bunyi, kaca-kaca, anak-anak, pedagang-pedangang, kaki-kaki, sepatu-sepatu, kipas-kipas, kain-kain, gunting-gunting, sajadah-sajadah, piring-pring, rak-rak, sabun-sabun, hewan-hewan, toples-toples, kertas-kertas, boneka-boneka, sandal-sandal, sepatu-sepatu, dompet-dompet, tas-tas, bantal-bantal, guling-guling, kerudung-kerudung, jaket-jaket, teman-teman, bapak-bapak, ibu-ibu, pagi-pagi, kitab-kitab, pensil-pensil, penghapus-penghapus, bunga-bunga, daun-daun, dll.
Contoh: Siswa yang belum berfikir dewasa, merayakan kelulusan dengan hura-hura.
              Dalam ajaran Islam, foya-foya dikategorikan aktivitas setan.
Gara-gara tsunami tanggal 26 Desember 2004 pukul 08.00 menewaskan ribuan wargaNangroe Aceh Darussalam (NAD).
Karena tidak merespon pertanyaa, ia pura-pura tidak tahu.[4]
2.      Ulang  sebagian
Kata ulang yang pengulangannya hanya terjadi pada suku kata awalnya saja dan disertai dengan penggantian vokal suku pertama itu dengan bunyi é pepet.
Seperti:
Kata Ulang Sebagian
Bentuk Dasar
Leluhur
Luhur
Lelaki
Laki
Tetangga
Tangga
Peparu
Paru
Tetumbuhan
Tumbuhan
Pepatah
Patah
Contoh: Resiko lelaki hidung belang adalah siap dicerca masyarakat.
Nasihat orang tua sering menggunakan bentuk pepatah.
Kota ini dihiasi dengan rindangnya pepohonan.[5]
3.      Ulang variasi
Proses pengulangan kata dasar bentuk variasi.
Seperti: huru-hara (variasi vokal u-a), gerak-gerik (variasi vokal a-i), serba-serbi (variasi vokal a-i), kelap-kelip (variasi vokal a-i), kaya-raya (variasi konsonan k-r), carut-marut (variasi konsonan c-m), lauk-pauk (variasi konsonan l-p), sayur-mayur (variasi konsonan s-m), coreng-moreng (variasi konsonan c-m), ramah-tamah (variasi konsonan r-t), cerai-berai (variasi konsonan c-b) dll.
Contoh: Tahun 1998 lalu, kota Jakarta dilanda huru-hara sebelum reformasi.
              Petambak yang kaya-raya itu pergi haji tiga kali dalam tiga tahun ini.
              Pembukuan dipegan oleh orang yang ceroboh menjadi carut-marut.
              Sayur-mayur sangat perlu dikonsumsi setiap hari.
4.      Ulang afiksasi
Proses pengulangan kata dasar dengan proses pengimbuhan.
Seperti:
·         imbuhan awalan
bertele-tele, terlunta-lunta, tergopoh-gopoh, terkatung-katung, tertunda-tunda, terpotong-potong, terngiang-ngiang, terbata-bata, tercabik-cabik, terengah-engah, semena-mena, seolah-olah, berlomba-lomba, dll.
Contoh: Peristiwa tragis itu terngiang-ngiang dalam benakku.
·         imbuhan sisipan
bahu-membahu, tolong-menolong, dll.
Contoh: Para pengungsi saling bahu-membahu dan tolong-menolong untuk mendapatkan jatah makanan.
·         imbuhan akhiran
kejar-kejaran, gontok,gontokan, bulan-bulanan, tunggang-tunggangan, pukul-pukulan, dll.
Contoh: Pengamen yang mencopet itu menjadi bulan-bulanan massa.
Anggota Dewan itu gontok,gontokan ketika mengesahkan RAPBD.
5.      Ulang kontras
Proses pengulangan kata dasar dengan bentuk pertentangan.
Seperti: maju-mundur, kuncup-mekar, dll.[6]
Contoh: Melihat ketatnya kompetisi menjadi kepala desa, ia maju-mundur untuk bertarung.
                 Pengesahan UU Sisdiknas tahun 2003 lalu mengalami maju-mundur karena sebagian fraksi DPR RI tidak setuju.
Proses reduplikasi dalam bahasa Indonesia menimbulkan makna jamak (plural). Misalnya kata ‘sajadah’ bermakna satu sajadah. Namun jika mengalami proses pengulangan menjadi ‘sajadah-sajadah’ dalam kalimat berikut ini.
Karena banyaknya jamaah jumat maka Takmir Masjid menyediakan sajadah-sajadah.
Kata ‘sajadah-sajadah’ bermakna beberapa atau banyak sajadah.[7]
Menurut Verhaar (1992 : 64) yang didukung oleh Chaer, (2007:183) menyatakan bahwa dalam linguistik Indonesia sudah lazim digunakan sejumlah istilah sehubungan dengan reduplikasi dalam bahasa Jawa. Reduplikasi dalam bahasa jawa diistilahkan dengan tembung rangkep.[8]
1.      Dwilingga 
Dwilingga yaitu pengulangan morferm asal.
Contoh:
Dwilingga
Bentuk Dasar
Meja-meja
Meja
Buku-buku
Buku
Mlaku-mlaku
Mlaku
Udan-udan
Udan
Luwih-luwih
Luwih
Awan-awan
Awan
Bengi-bengi
Bengi
Maca-maca
Maca
Mangan-mangan
Mangan
Kanca-kanca
Kanca
Abang-abang
Abang
Omah-omah
Omah
Wong-wong
Wong
Kipas-kipas
Kipas
Kewan-kewan
Kewan
Kembang-kembang
Kembang
Watu-watu
watu
Godong-godong
Godong
Lungguh-lungguh
Lungguh
Klambi-klambi
Klambai
Teka-teka
Teka

2.      Dwilingga salin swara 
Dwilingga salin swara yaitu pengulangan morferm asal dengan perubahan fonem lainnya.
Contoh:
Dwilingga Salin Swara
Bentuk Dasar
Bola-bali
Bali
Etang-etung
Etung
Wara-wiri
Wiri
Kopat-kapit
Kapit
Mloya-mlayu
Mlayu
Mloka-mlaku
Mlaku
Nongas-nangis
Nangis
Mesam-mesem
Mesem
Bonjar-banjir
Banjir
Ijal-ijol
Ijol
Gonta-ganti
Ganti
Tingak-tinguk
Tinguk
Untag-unteg
Unteg
Tura-turu
Turu
Lola-lali
Lali
Tonga-tangi
Tangi
Rono-rene
Rene
Ngomba-ngombe
Ngombe
Mota-mati
Mati
Cekal-cekel
Cekel

3.      Dwipurwa
Dwipurwa yaitu pengulangan pada silabe pertama.
Contoh:
Dwipurwa
Bentuk Dasar
Lelara
Lara
Geguyu
Guyu
Tetuku
Tuku
Dedunung
Dunung
Lelaku
Laku
Leluri
Luri
Sesawangan
Sawangan
Leluhur
Luhur
Tetamba
Tamba
Jejamu
Jamu
Lelunga
Lunga
Reresik
Resik
Lelumban
Lumban
Memala
Mala
Sesambat
Sambat
Sesiram
Siram
Dengengek
Dengek
Jegeges
Jeges

4.      Dwiwasana
Dwiwasana yaitu pengulangan pada akhir kata.
Contoh:
Dwiwasana
Bentuk Dasar
Cengenges
Cenges
Benyinyik
Bunyik
Cuwowo
Cuwo
Penyonyo
Penyo
Pethetet
Pethet
Cekikik
Cekik
Cekakak
Cekak
Jelalat
Jelat
Mbedhudhug
Mbedhug
Cengingis
Cengis
Cethethet
Cethet
Mbegegeg
Mbegeg
Ndengangak
Ndangak
Besisik
Busik
Nyuwewek
Nyuwek
Cenanang
Cenang
Dremimil
Dremil

ANALISIS

            Reduplikasi (kata ulang) dalam Bahasa Indonesia dibedakan menjadi 5 macam, yaitu ulang penuh, ulang sebagian, ulang variasi,dan ulang afiksasi, dan ulang kontras. Sedangkan dalam Bahasa Jawa istilah reduplikasi dikenal dengan sebutan “tembung rangkep”. Sama halnya seperti dalam reduplikasi Bahasa Indonesia, dalam Bahasa Jawa juga terdapat bermacam-macam reduplikasi yang meliputi dwilingga, dwilingga salin swara, dwipurwa dan dwiwasana.
            Dalam Bahasa Indonesia dapat kita jumpai Reduplikasi Penuh, yaitu pengulangan sepenuhnya atas sebuah kata dasar tanpa adanya pengurangan atau perubahan. Seperti bunga-bunga yang berarti banyak bunga. Kata bunga-bunga tersebut merupakan bentuk reduplikasi penuh dari kata dasar bunga tanpa adanya pengurangan ataupun perubahan. Sedangkan dalam Bahasa Jawa juga terdapat reduplikasi penuh yang disebut dengan Dwilingga, seperti godong-godong (daun-daun) yang berarti banyak daun. Kata godong-godong tersebut merupakan bentuk dwilingga dari kata dasar godong (daun).
Proses reduplikasi baik dalam Bahasa Indonesia maupun dalam Bahasa Jawa sama-sama menghasilkan makna jamak (plural). Kata bunga dalam Bahasa Indonesia berarti 1 bunga, ketika direduplikasikan menjadi bunga-bunga maknanya berubah menjadi jamak (banyak bunga). Dan kata godong dalam Bahasa Jawa berarti 1 daun, jika direduplikasikan menjadi godong-godong maka maknanya menjadi jamak (banyak daun).
Pembagian reduplikasi dalam Bahasa Indonesia yang kedua adalah Reduplikasi Sebagian. Reduplikasi sebagian adalah pengulangan yang hanya terjadi pada suku kata awalnya saja, dan vokal dari suku awal tersebut diganti dengan huruf é. Seperti kata laki, direduplikasikan menjadi “la-laki” dan kemudian vokal dari kata “la” diganti dengan  é, “le-laki”  menjadi lelaki. Reduplikasi sebagian juga terdapat dalam Bahasa Jawa yang dikenal dengan Dwipurwa. Proses pembentukan kata dwipurwa sama seperti proses reduplikasi sebagian dalam Bahasa Indonesia. Contohnya kata tuku (membeli) yang direduplikasikan menjadi “tu-tuku” kemudian vokal dari kata “tu” diganti dengan  é, “te-tuku” menjadi tetuku.
Selain pengulangan pada awal suku kata, dalam Bahasa Jawa juga terdapat pengurangan pada akhir suku kata yang disebut Dwiwasana. Seperti nyuwewek  yang berasal dari kaya “nyuwek” (menyobek), kemudian direduplikasikan dengan menambah suku kata yang akhir “nyuwek-wek” menjadi nyuwewek. Reduplikasi semacam ini hanya terdapat dalam Bahasa Jawa, tidak dijumpai dalam Bahasa Indonesia.
Reduplikasi dalam Bahasa Indonesia yang ketiga adalah Reduplikasi Variasi, yaitu pengulangan kata dengan merubah salah satu vokal atau konsonan pada kata yang kedua. Misalnya sayur-mayur yang berasal dari kata dasar “sayur”, jika direduplikasikan seharusnya menjadi “sayur-sayur”. Namun pada reduplikasi variasi ini huruf “s” pada kata sayur yang kedua diganti dengan huruf “m” menjadi sayur-mayur. Dalam Bahasa Jawa, reduplikasi variasi dikenal dengan istilah Dwilingga Salin Swara. Yang membedakan reduplikasi variasa dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa hanya pada letak perubahan vokal atau konsonannya. Jika dalam Bahasa Indonesia yang diganti adalah vokal atau konsonan dari kata yang kedua, maka dalam Bahasa Jawa yang diganti adalah vokal atau konsonan dari kata yang pertama. Seperti kata mlaku (berjalan), seharusnya ketika direduplikasikan menjadi “mlaku-mlaku”, kemudian huruf  “a” pada kata mlaku yang pertama diganti dengan huruf “o” menjadi mloka-mlaku.
Reduplikasi dalam Bahasa Indonesia yang selanjutnya adalah Reduplikasi Afiksasi, yaitu proses pengulangan kata dengan adanya penambahan, baik berupa prefiks (imbuhan awalan), infiks (imbuhan sisipan), maupun sufiks (imbuhan akhiran). Contoh reduplikasi dengan imbuhan awalan adalah berlomba-lomba yang kata dasarnya adalah “lomba” kemudian direduplikasikan menjadi “lomba-lmba” dan mendapatkan awalan “ber” menjadi berlomba-lomba. Contoh dari reduplikasi dengan tambahan sisipan adalah bahu-membahu yang berasal dari kata dasar “bahu” kemudian direduplikasikan menjadi “bahu-bahu” dan ditambahkan sisipan “mem” menjadi bahu-membahu. Dan contoh dari reduplikasi dengan tambahan akhiran adalah kejar-kejaran yang berasal dari kata dasar “kejar” kemudian direduplikasikan menjadi “kejar-kejar” dan ditambahkan akhiran “an” menjadi kejar-kejaran. Reduplikasi afiksasi semacam ini hanya ada dalam Bahasa Indonesia, tidak ada dalam Bahasa Jawa.
Pembagian reduplikasi dalam Bahasa Indonesia yang terakhir adalah Reduplikasi Kontras, yaitu pengulangan kata dasar dengan kata yang berlawanan dengan kata dasar tersebut. Misalnya maju-mundur, kata dasarnya adalah “maju” kemudian direduplikasikan dengan lawan dari kata maju yaitu “mundur” menjadi maju-mundur. Sama halnya dengan reduplikasi afiksasi, dalam reduplikasi kontras ini juga hanya terdapat dalam Bahasa Indonesia, tidak dijumpai dalam Bahasa Jawa.
DAFTAR PUSTAKA

Verhaar, J. W. M., Asas-asas Linguistik Umum, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2010.
Abdul Chaer, Linguistik Umum, Jakarta, Rineka Cipta, 2007.
Soeparno, Dasar-dasar linguistik umum, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, 2002.
Moh. Rosyid, Belajar Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, Semarang, UNNES Press, 2004.
Moh. Rosyid, Bijak Berbahasa, Semarang, UNNES Press, 2005.




[1] Verhaar, J. W. M., Asas-asas Linguistik Umum, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2010, Hal.151
[2] Abdul Chaer, Linguistik Umum, Jakarta, Rineka Cipta, 2007, Hal. 182
[3] Soeparno, Dasar-dasar linguistik umum, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, 2002, Hal. 95
[4] Moh. Rosyid, Belajar Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, Semarang, UNNES Press, 2004, Hal.66
[5] Moh. Rosyid, Bijak Berbahasa, Semarang, UNNES Press, 2005, Hal. 49
[6] Moh. Rosyid, Belajar Bahasa Indonesia untuk Perguruan TinggiOp.cit., Hal. 66-67
[7] Moh. Rosyid, Bijak Berbahasa, Op.cit., Hal .48

Tidak ada komentar:

Posting Komentar