Kamis, 19 November 2015

Ilmu Pendidikan Islam dalam Konteks Sosiologis

ILMU PENDIDIKAN ISLAM
DALAM KONTEKS SOSIOLOGIS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Ahmad Fatah, M. Pd. I






Disusun Oleh :
1.        Rani Qoimatus Salafiyah  (1310210009)
2.        Zia Nailil Muna                (1310210010)
3.        M. Ainul Yaqin                (1310210016)



 


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH (PBA)
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sosiologi dapat menempatkan pendidikan agama Islam dalam segala kondisi sosio kultur yang ada dalam masyarakat, sehingga tujuan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin pun akan dapat tercapai. Memberikan panduan kepada pelaksana pendidikan agama Islam untuk dapat melaksanakan peranannya dalam masyarakat. Karena seorang pendidik tidak hanya bersinggungan dengan sekolah saja tapi juga dengan masyarakat.
Dengan adanya sosiologi pendidikan di dalam pendidikan agama Islam, maka dalam proses pendidikan akan berlangsung juga proses pelestarian warisan budaya dan moral yang bersifat Islami dan mampu membawanya mencapai puncak tertinggi dalam tingkatan kebudayaan. Melatih tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dalam pendidikan agama Islam untuk memahami masyarakat dan latar belakang social dari peserta didik, sehingga tenaga pendidik mampu melaksanakan tugasnya secara maksimal dalam proses pembelajaran ataupun dalam menjawab pertanyaan yang ada sesuai dengan tujuan pedidikan Islam

B. Rumusan Masalah
1.         Apa pengertian sosiologi pendidikan?
2.         Apa saja lembaga pendidikan Islam dalam konteks sosiologis?













BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sosiologi Pendidikan
Secara etimologi, sosiologi berasal dari kata Latin, socius dan kata Yunani logos. Socius berarti kawan atau teman, logos berarti pengetahuan. Jadi, sosiologi berarti pengetahuan tentang perkawanan atau perkawanan. Beberapa definisi sosiologi pendidikan menurut beberapa ahli:[1]
1.         Menurut H.P. Fairchild dalam bukunya Dictionary of Sosiology dikatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental.
2.         Menurut Prof. Dr. S. Nasution, M.A., sosiologi pendidikan adalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik
3.         Menurut E.G. Payne, sosiologi pendidikan ialah studi yang komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan.
4.         Menurut Drs. Ary H. Gunawan, sosiologi pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau pendekatan sosiologis.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis ataupun pendekatan sosiologis.
Sosiologi pendidikan merupakan sebuah kajian yang sangat penting bila mampu diterapkan secara maksimal dalam dunia pendidikan agama Islam. Sosiologi pendidikan akan menjadi sebuah ilmu pelengkap dalam dunia pendidikan agama Islam dalam hal analisa dan pemecahan masalah yang ada dalam dunia pendidikan agama Islam, serta akan mampu menjadi alat bantu pengembangan dalam dunia pendidikan agama Islam menjadi lebih maju dan komples lagi.
Dalam dunia pendidikan agama Islam yang ada di sekolah-sekolah atau madrasah, pondok pesantren, tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosio kultur yang ada dalam lingkungan tersebut. Disinilah peran dari sosiologi pendidikan dapat dijalankan. Hal tersebut karena kondisi sosio kultur merupakan salah satu hal penting yang mempengaruhi proses pendidikan agama Islam. Misalnya pendidikan agama Islam yang ada di sekolah dengan yang ada di madrasah yang masih dalam satu daerah sudah  memiliki beberapa perbedaan. Terlebih lagi jika dilihat pada pendidikan agama Islam yang ada di daerah yang satu dengan daerah yang lain, tentulah akan sangat memiliki perbedaan yang cukup besar. Terutama jika dikaitkan dengan tradisi dan adat istiadat yang ada pada tiap daerah.
            Dengan adanya sosiologi pendidikan dalam dunia pendidikan agama Islam, maka pelaksanaan pendidikan agama Islam akan lebih baik lagi. Pendidikan agama Islam yang menggunakan asas sosiologi pendidikan dalam penerapannya, maka akan memiliki pandangan yang lebih luas lagi. Yakni ikut memperhatikan aspek sosio kultur suatu daerah dalam penyampaiannya. Sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa dalam sosiologi pendidikan,juga memperhatikan mengenai system masyarakat yang ada, kondisi lingkungan alam disekitarnya, sifat manusia-manusianya, bahkan karakter mental yang dimiliki oleh penghuninya (seluruh warga sekolah).

B. Lembaga Pendidikan Islam dalam Konteks Sosiologis
1.    Keluarga
a.    Pengertian keluarga
Keluarga dalam islam dikenal dengan istilah  usrah, nasl, ‘ali, dan nasb. Dalam pandangan antropologi, keluarga adalah suatu kesatuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki tempat tinggal dan ditandai dengan kerja sama ekonomi, berkembang, mendidik, melindungi, merawat dan sebagainya. Inti keluarga adalah ayah, ibu, dan anak.[2]
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama, karena dalam keluarga inilah anak mendapat didikan dan bimbingan serta sebagian besar kehidupan anak  itu ada dalam keluarga sehingga pendidikan itu banyak diterima oleh anak, yang pada akhirnya dapat mencetak seorang anak yang mempunyai kepribadian yang kemudian dapat dikembangkan dalam lembaga-lembaga berikutnya.




b.    Tugas keluarga dalam pendidikan
Tugas utama keluarga dalam pendidikan anak adalah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlaq dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga yang lain.
Sedangkan menurut Al-Nahlawi kewajiban orang tua dalam pendidikan anaknya adalah:
·         Menegakkan hukum-hukum Allah SWT kepada anaknya
·         Merealisasikan ketentraman dan kesejahteraan jiwa keluarga
·         Melaksanakan perintah agama dan perintah Rosullah SAW
·         Mewujudkan rasa cinta kepada anak-anak melalui pendidikan
c.     Perbedaan corak pendidikan
Hasil pendidikan yang diberikan ayah dan ibu memiliki perbedaan. Seperti yang kita lihat:
·                  Ayah 
Ayah merupakan sumber kekuasaan yang memberikan pendidikan anaknya tentang manajemen dan kepemimpinan yaitu sebagai penghubung keluarga dan masyarakat dengan memberikan pendidikan komunikasi terhadap sesamanya, memberiakan perasaan aman dan perlindungan sehingga ayah memberikan pendidikan sikap  tanggung jawab dan waspada. Di samping itu ayah sebagai hakim dan pengadilan dalam perselisihan yang memberikan pendidikan anaknya berupa sikap tegas, menjunjung keadilan tanpa memihak yang salah dan berlaku rasional dalam mendidik anaknya dan menjadi dasa-dasar pengembangan daya nalar dan intelek, sehingga menghasilkan kecerdasaan intelektual.
·                  Ibu 
Ibu sebagai sumber kasih sayang yang memberikan sifat ramah tamah, ash, asih dan asuh kepada anaknya. Disamping itu ibu sebagai pengatur kehidupan rumah tangga yang memberiakan pendidikan berupa keterampilan-keterampilan khusus dan sebagai penghubung antara individu yang dapat mendidik anaknya berupa hidup rukun, gotong royong, ukuwah, toleransi dan menciptakan suasana dinamis, harmonis, dan kreatif, serta sebagai pendidik bidang emosi anak yang dapat mendidik anaknya bberupa kepekaan daya rasa dalam memandang sesuatu yang melahirkan kecerdasan emosional.
Oleh karena itu ibu mempunyai peran utama dalam pembinaan pendidikan anaknya dalam keluarga. Jangan sampai kedudukan ibu menggantikan ayah, karena hal itu melanggar kodrat wanita dan merupakan pelanggaran terhadap hukum-hukum dasar pemberian Allah SWT serta merupakan penyimpangan dari tugas hidup manusia  yang mengakibatkan emansipasi wanita yang tidak sehat

2. Masjid
a.    Pengertian Masjid
Masjid berasal dari kata Sajada yang artinya tempat sujud.  Adapun masjid (Masjidun) mempunyai dua arti, arti umum dan arti khusus. Masjid dalam arti umum adalah semua tempat yang digunakan untuk sujud dinamakan masjid, oleh karena itu kata Nabi, Tuhan menjadikan bumi ini sebagai masjid. Sedangkan masjid dalam pengertian khusus untuk menjalankan ibadah, terutama shalat berjamaah. Pengertian ini juga mengerucut menjadi masjid yang digunakan untuk shalat jumat disebut Masjid Jami. Karena shalat jumat diikuti oleh orang banyak, maka masjid Jami biasanya besar. Sedangkan masjid yang hanya digunakan untuk shalat lima waktu, bisa di perkampungan, bisa juga di kantor atau di tempat umum, dan biasanya tidak terlalu besar atau bahkan kecil sesuai dengan keperluan disebut Musholla, artinya tempat shalat. Di beberapa daerah, musholla terkadang diberi nama langgar atau surau.[3]
b.    Masjid Sebagai Lembaga Pendidikan Islam

Secara garis besar Implikasi masjid sebagai lembaga pendidikan Islam adalah:
·       Mendidik anak untuk tetap beribadah kepada Allah SWT
·       Menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan dan menanamkan solidaritas sosial, serta menyadarkan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai insane pribadi, sosial dan warga Negara
·       Memberikan rasa ketentraman, kekuatan, dan kemakmuran potensi-potensi rohani manusia melalui pendidikan kesabaran, perenungan, optimism, dan mengadakan penelitian.





3. Pesantren
a.    Pengertian Pesantren
Menurut para ahli pesantren baru dikatakan pesantren bila memenuhi lima syarat yaitu (1) Ada kiai, (2) Ada pondok, (3) Ada masjid, (4) Ada santri, (5) Ada pengajaran baca kitab kuning.[4]
b.    Kemampuan Pesantren Dalam Mengontrol Perubahan Nilai
Abdul Rahman Wahid, orang yang dianggap cukup mengetahui hal ikhwal pesantern, melaporkan Teori Geertz yang menurutnya kiai berperan sebagai penyaring arus informasi yang masuk kelingkungan kaum santri, menularkan apa yang dianggap berguna dan membangun apa yang dianggap merusak, teori ini menetapkan kiai sebagai filter nilai. Selanjutnya dikatakan bahwa peranan penyaring itu akan macet manakala arus imformasi yang masuk terlalu deras. Dalam keadaan demikian kiai akan peranannya dalam merekayasa budaya. Kiai juga ditemukan mempunyai peranan aktif selain meredam akibat perubahan yang dibawa arus informasi juga mempelopori terjadinya perubahan masyarakat menurut caranya sendiri.
Menurut Mastuhu, ada 10 prinsip yang berlaku pada pendidikan di pesantren. Kesepuluh prinsip itu menggambarkan kira-kira 10 dari utama tujuan pendidikan pesantren antara lain :[5]
·                   Memiliki kebijaksanaan menurut ajaran islam
Anak didik dibantu agar mampu memahami makna hidup, keberadaan, peranan, serta tanggung jawabnya dalam kehidupan di masyarakat.
·                   Memiliki kebebasan yang terpimpin
Setiap manusia memiliki kebebasan, tetapi kebebasan itu harus dibatasi karena kebebasan memiliki potensi anarkisme. Keterbatasan (ketidakbebasan) mengandung kecenderungan mematikan kreativitas, karena itu pembatasan itu harus dibatasi. Inilah yang berarti kebebasan yang terpimpin.
·                   Berkemampuan mengatur diri sendiri
Di pesantren, santri mengatur sendiri kehidupannya menurut batasan yang diajarkan agama.
·                   Memiliki rasa kebersamaan yang tinggi
Dalam pesantren berlaku prinsip dalam hal kewajiban, individu harus menunaikan kewajiban lebih dahulu, sedangkan dalam hal hak, individu harus mendahulukan kepentingan orang lain sebelum kepentingan diri sendiri.
·                   Menghormati orang tua dan guru
Tujuan ini dikenal antara lain melalui penegakan berbagai pranata di pesantren seperti mencium tangan guru, tidak membantah guru.
·                   Cinta kepada ilmu
Menurut al-Qur’an, ilmu (pengetahuan) datang dari Allah. Karena itu orang-orang pesantren cenderung memandang ilmu sebagai sesuatu yang suci dan tinggi.
·                   Mandiri
Sejak awal santri telah dilatih untuk mandiri. Metode sorogan yang individual juga memberikan pendidikan kemandirian.
·                   Kesederhanaan
Dilihat secara lahiriah sederhana memang mirip dengan miskin. Padahal yang dimaksud sederhana di pesantren adalah sikap hidup, yaitu memandang sesuatu terutama materi secara wajar, proporsional,dan fungsional.

4. Madrasah
a.    Pengertian Madrasah
Kata madrasah dalam bahasa Arab berarti tempat atau wahana untuk mengenyam proses pembelajaran. Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan sekolah yang berarti bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pengajaran.[6]
Dari pengertian di atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat belajar ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah madrasah bersumber dari Islam itu sendiri.
b.    Sistem Pendidikan dan Pengajaran Di Madrasah
Sistem pengajaran yang digunakan di madrasah adalah perpaduan antara sistem pada pondok pesantren dengan sistem yang berlaku di sekolah-sekolah modern. Penilaian untuk kenaikan tingkat ditentukan dengan penguasaan terhadap sejumlah bidang pengajaran.tertentu.
Pada perkembangan selanjutnya sistem pondok mulai ditinggal, dan berdirilah madrasah-madrasah yang mengikuti sistem yang sama dengan sekolah-sekolah modern. Namun demikian pada tahap awal madrasah tersebut masih bersifat diniyah, di mana mata pelajaran hanya agama dengan penggunaan kitab-kitab bahasa arab.
Sebagai pengaruh dari ide-ide pembaharuan yang berkembang di dunia Islam dan kebangkitan bangsa Indonesia, sedikit demi sedikit pelajaran umum masuk ke dalam kurikulum madrasah. Buku-buku pelajaran agama mulai disusun khusus sesuai dengan tingkatan madrasah, sebagai halnya buku-buku pengetahuan umum yang belaku di sekolah-sekolah umum. Bahkan kemudian timbullah madrasah-madrasah yang mengikuti sistem perjenjangan dalam bentuk sekolah-sekolah modern, seperti Madrasah Ibtidaiyah untuk tingkat dasar, Madrasah Tsanawiyah untuk tingkat menengah pertama, dan adapula Kuliah Muallimin (pendidikan guru) yang disebut normal Islam.
Pada tahap selanjutnya penyesuaian tersebut semakin meningkat dan terpadu dengan baik sehingga sukar untuk dipisahkan dan dibedakan antara keduanya, kecuali madrasah yang langsung ditulis predikat Islamiyah. Kurikulum madrasah atau sekolah-sekolah agama, mempertahankan agama sebagai mata pelajaran pokok, walaupun dengan persentase yang berbeda. Pada waktu pemerintahan RI dalam hal ini oleh Kementerian Agama mulai mengadakan pembinaan dan pengembangan terhadap sistem pendidikan madrasah. Melalui Kementerian Agama, madrasah perlu menentukan kriteria madrasah. Kriteria yang ditetapkan oleh Menteri Agama untuk madrasah-madrasah yang berada di dalam wewenangnya adalah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok, paling sedikit enam jam seminggu.
Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya sistem pendidikan dan pengajaran di madrasah merupakan perpaduan antara sistem yang berlaku di pondok pesantren dengan sistem yang berlaku di sekolah-sekolah modern.









BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Dari uraian di atas dapat disimpulkan penegertian sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam.
Lembaga pendidikan Islam dalam konteks sosiologis antara lain:
1.    Keluarga
Tugas utama keluarga dalam pendidikan anak adalah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlaq dan pandangan hidup keagamaan.
2.    Masjid
Secara garis besar Implikasi masjid sebagai lembaga pendidikan Islam adalah:
·        Mendidik anak untuk tetap beribadah kepada Allah SWT
·         Menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan
·         Memberikan rasa ketentraman, kekuatan, dan kemakmuran potensi-potensi rohani
3.    Pesantren
Ada 10 prinsip yang berlaku pada pendidikan di pesantren: Memiliki kebijaksanaan menurut ajaran islam, memiliki kebebasan yang terpimpin, berkemampuan mengatur diri sendiri, memiliki rasa kebersamaan yang tinggi, menghormati orang tua dan guru, cinta kepada ilmu, mandiri, dan kesederhanaan.
4.    Madrasah
Pada dasarnya sistem pendidikan dan pengajaran di madrasah merupakan perpaduan antara sistem yang berlaku di pondok pesantren dengan sistem yang berlaku di sekolah-sekolah modern.
B. Saran
            Demikianlah hasil makalah kami, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, sehingga kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk pembuatan makalah selanjutnya yang  lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA

Kahar Utsman, Sosiologi Pendidikan, Kudus, 2009
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Pernada Mulia, 2006
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: PT R


[1] Kahar Utsman, Sosiologi Pendidikan, Kudus, 2009, Hal.3-4
[2] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kencana Pernada Mulia, 2006, Hal. 23-24
[3] Ibid., Hal. 25-26
[4] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2012, Hal. 289
[5] Ibid., Hal. 303-305
[6] Abdul Mujib, Op.cit., Hal. 30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar