REDUPLIKASI
BAHASA INDONESIA DAN BAHASA JAWA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah Linguistik
Dosen Pengampu : Muflihah

Disusun Oleh :
Nama : Rani Qoimatus Salafiyah
NIM : 1310210009
![]() |
|||
![]() |
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
KUDUS
JURUSAN TARBIYAH (PBA)
TAHUN 2015
LATAR BELAKANG
Bahasa sebagai
sarana komunikasi merupakan
alat yang sangat
penting untuk menyampaikan informasi. Pada kehidupan
sehari-hari, manusia tidak dapat melepaskan diri
dari kegiatan berbahasa,
karena bahasa merupakan
satu-satunya alat komunikasi yang
paling efektif untuk
menyampaikan berbagai hal. Dengan demikian
jelaslah bahwa bahasa
merupakan sarana atau
alat komunikasi yang paling penting dalam
kehidupan manusia. Bila kita mempelajari bahasa, tentu tidak
terlepas dari linguistik yang
meliputi
fonologi, morfologi,
semantik, sintaksis, dll.
Dalam morfologi terdapat
proses-proses morfemis diantaranya adalah afiksasi, reduplikasi, komposisi,
konversi, modifikasi internal, suplesi, dan pemendekan. Di antara proses-proses
morfemis, selain dari proses morfemis yang segmental (pengafiksan) dan
nonsegmental (seperti perubahan vokal) ada proses lain yaitu reduplikasi.
Kita sebagai warga Negara Indonesia sudah
sepantasnya memahami seluk-beluk proses pembentukan kata dalam Bahasa
Indonesia, termasuk reduplikasi. Namun kita juga selaku penduduk Pulau Jawa
harus tetap melestarikan Bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi kehidupan
keseharian selain Bahasa Indonesia.
Selain itu, kita juga perlu memahami proses reduplikasi dalam Bahasa Jawa. Oleh
karena itu, pada kali ini penulis hendak meneliti tentang persamaan dan
perbedaan proses reduplikasi Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa.
TEORI
Dalam morfologi terdapat proses-proses morfemis diantaranya adalah
afiksasi, reduplikasi, komposisi, konversi, modifikasi internal, suplesi, dan
pemendekan. Di antara proses-proses morfemis, selain dari proses morfemis yang
segmental (pengafiksan) dan nonsegmental (seperti perubahan vokal) ada proses
lain yaitu reduplikasi.[1]
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar,
baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan
bunyi. [2] Uhlenbeck
(1978:98-116) membedakan istilah duplikasi dan reduplikasi. Duplikasi adalah
prosede pembentukan kata kompleks dengan jalan pengulangan morfem secara penuh,
sedangkan reduplikasi adalah prosede pembentukan kata kompleks pengulangan
morfem secara parsial. Proses reduplikasi banyak terdapat dalam berbagai bahasa
di seluruh dunia, tidak terkecuali dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.[3]
Kata ulang dipilah menjadi ulang penuh, ulang sebagian, ulang
variasi,dan ulang afiksasi, ulang kontras.
1.
Ulang
penuh
proses
pengulangan kata dasar sepenuhnya dalam satu kata dasar.
Seperti: foya-foya, hura-hura, pura-pura, gara-gara,
nilai-nilai, undang-undang, bunga-bunga, buku-buku, meja-meja, rumah-rumah,
pohon-pohon, makanan-makanan, malam-malam, bunyi-bunyi, kaca-kaca, anak-anak,
pedagang-pedangang, kaki-kaki, sepatu-sepatu, kipas-kipas, kain-kain,
gunting-gunting, sajadah-sajadah, piring-pring, rak-rak, sabun-sabun,
hewan-hewan, toples-toples, kertas-kertas, boneka-boneka, sandal-sandal,
sepatu-sepatu, dompet-dompet, tas-tas, bantal-bantal, guling-guling, kerudung-kerudung,
jaket-jaket, teman-teman, bapak-bapak, ibu-ibu, pagi-pagi, kitab-kitab,
pensil-pensil, penghapus-penghapus, bunga-bunga, daun-daun, dll.
Contoh: Siswa yang belum berfikir dewasa, merayakan kelulusan
dengan hura-hura.
Dalam ajaran Islam, foya-foya dikategorikan aktivitas setan.
Gara-gara
tsunami tanggal 26 Desember 2004 pukul 08.00 menewaskan ribuan wargaNangroe
Aceh Darussalam (NAD).
Karena
tidak merespon pertanyaa, ia pura-pura tidak tahu.[4]
2.
Ulang sebagian
Kata
ulang yang pengulangannya hanya terjadi pada suku kata awalnya saja dan
disertai dengan penggantian vokal suku pertama itu dengan bunyi é pepet.
Seperti:
Kata Ulang Sebagian
|
Bentuk Dasar
|
Leluhur
|
Luhur
|
Lelaki
|
Laki
|
Tetangga
|
Tangga
|
Peparu
|
Paru
|
Tetumbuhan
|
Tumbuhan
|
Pepatah
|
Patah
|
Contoh:
Resiko lelaki hidung belang adalah siap dicerca masyarakat.
Nasihat
orang tua sering menggunakan bentuk pepatah.
Kota
ini dihiasi dengan rindangnya pepohonan.[5]
3.
Ulang
variasi
Proses
pengulangan kata dasar bentuk variasi.
Seperti: huru-hara (variasi vokal u-a), gerak-gerik (variasi vokal a-i), serba-serbi (variasi
vokal a-i), kelap-kelip (variasi vokal a-i), kaya-raya (variasi konsonan
k-r), carut-marut (variasi konsonan c-m), lauk-pauk (variasi
konsonan l-p), sayur-mayur (variasi konsonan s-m), coreng-moreng
(variasi konsonan c-m), ramah-tamah
(variasi konsonan r-t),
cerai-berai (variasi
konsonan c-b) dll.
Contoh: Tahun 1998 lalu, kota Jakarta dilanda huru-hara
sebelum reformasi.
Petambak yang kaya-raya
itu pergi haji tiga kali dalam tiga tahun ini.
Pembukuan
dipegan oleh orang yang ceroboh menjadi carut-marut.
Sayur-mayur sangat perlu dikonsumsi setiap hari.
4.
Ulang
afiksasi
Proses
pengulangan kata dasar dengan proses pengimbuhan.
Seperti:
·
imbuhan
awalan
bertele-tele, terlunta-lunta, tergopoh-gopoh, terkatung-katung,
tertunda-tunda, terpotong-potong, terngiang-ngiang, terbata-bata,
tercabik-cabik, terengah-engah, semena-mena, seolah-olah, berlomba-lomba, dll.
Contoh: Peristiwa tragis itu terngiang-ngiang dalam benakku.
·
imbuhan
sisipan
bahu-membahu, tolong-menolong, dll.
Contoh: Para pengungsi saling bahu-membahu
dan tolong-menolong untuk mendapatkan jatah makanan.
·
imbuhan
akhiran
kejar-kejaran,
gontok,gontokan, bulan-bulanan, tunggang-tunggangan, pukul-pukulan, dll.
Contoh:
Pengamen yang mencopet itu menjadi bulan-bulanan massa.
Anggota
Dewan itu gontok,gontokan ketika mengesahkan RAPBD.
5.
Ulang
kontras
Proses
pengulangan kata dasar dengan bentuk pertentangan.
Seperti:
maju-mundur, kuncup-mekar, dll.[6]
Contoh: Melihat ketatnya kompetisi menjadi kepala desa, ia maju-mundur
untuk bertarung.
Pengesahan UU
Sisdiknas tahun 2003 lalu mengalami maju-mundur karena sebagian fraksi
DPR RI tidak setuju.
Proses reduplikasi dalam bahasa Indonesia menimbulkan makna jamak (plural).
Misalnya kata ‘sajadah’ bermakna satu sajadah. Namun jika mengalami proses
pengulangan menjadi ‘sajadah-sajadah’ dalam kalimat berikut ini.
Karena banyaknya jamaah jumat maka Takmir Masjid menyediakan sajadah-sajadah.
Kata
‘sajadah-sajadah’ bermakna beberapa atau banyak sajadah.[7]
Menurut Verhaar (1992 : 64) yang didukung
oleh Chaer, (2007:183) menyatakan bahwa dalam linguistik Indonesia sudah lazim digunakan sejumlah istilah
sehubungan dengan reduplikasi dalam bahasa Jawa. Reduplikasi dalam bahasa jawa
diistilahkan dengan tembung rangkep.[8]
1.
Dwilingga
Dwilingga yaitu pengulangan morferm asal.
Contoh:
Dwilingga
|
Bentuk Dasar
|
Meja-meja
|
Meja
|
Buku-buku
|
Buku
|
Mlaku-mlaku
|
Mlaku
|
Udan-udan
|
Udan
|
Luwih-luwih
|
Luwih
|
Awan-awan
|
Awan
|
Bengi-bengi
|
Bengi
|
Maca-maca
|
Maca
|
Mangan-mangan
|
Mangan
|
Kanca-kanca
|
Kanca
|
Abang-abang
|
Abang
|
Omah-omah
|
Omah
|
Wong-wong
|
Wong
|
Kipas-kipas
|
Kipas
|
Kewan-kewan
|
Kewan
|
Kembang-kembang
|
Kembang
|
Watu-watu
|
watu
|
Godong-godong
|
Godong
|
Lungguh-lungguh
|
Lungguh
|
Klambi-klambi
|
Klambai
|
Teka-teka
|
Teka
|
2.
Dwilingga salin
swara
Dwilingga salin swara yaitu pengulangan morferm asal dengan perubahan fonem lainnya.
Contoh:
Dwilingga Salin Swara
|
Bentuk Dasar
|
Bola-bali
|
Bali
|
Etang-etung
|
Etung
|
Wara-wiri
|
Wiri
|
Kopat-kapit
|
Kapit
|
Mloya-mlayu
|
Mlayu
|
Mloka-mlaku
|
Mlaku
|
Nongas-nangis
|
Nangis
|
Mesam-mesem
|
Mesem
|
Bonjar-banjir
|
Banjir
|
Ijal-ijol
|
Ijol
|
Gonta-ganti
|
Ganti
|
Tingak-tinguk
|
Tinguk
|
Untag-unteg
|
Unteg
|
Tura-turu
|
Turu
|
Lola-lali
|
Lali
|
Tonga-tangi
|
Tangi
|
Rono-rene
|
Rene
|
Ngomba-ngombe
|
Ngombe
|
Mota-mati
|
Mati
|
Cekal-cekel
|
Cekel
|
3. Dwipurwa
Dwipurwa yaitu
pengulangan pada silabe
pertama.
Contoh:
Dwipurwa
|
Bentuk Dasar
|
Lelara
|
Lara
|
Geguyu
|
Guyu
|
Tetuku
|
Tuku
|
Dedunung
|
Dunung
|
Lelaku
|
Laku
|
Leluri
|
Luri
|
Sesawangan
|
Sawangan
|
Leluhur
|
Luhur
|
Tetamba
|
Tamba
|
Jejamu
|
Jamu
|
Lelunga
|
Lunga
|
Reresik
|
Resik
|
Lelumban
|
Lumban
|
Memala
|
Mala
|
Sesambat
|
Sambat
|
Sesiram
|
Siram
|
Dengengek
|
Dengek
|
Jegeges
|
Jeges
|
4.
Dwiwasana
Dwiwasana yaitu pengulangan pada akhir kata.
Contoh:
Dwiwasana
|
Bentuk Dasar
|
Cengenges
|
Cenges
|
Benyinyik
|
Bunyik
|
Cuwowo
|
Cuwo
|
Penyonyo
|
Penyo
|
Pethetet
|
Pethet
|
Cekikik
|
Cekik
|
Cekakak
|
Cekak
|
Jelalat
|
Jelat
|
Mbedhudhug
|
Mbedhug
|
Cengingis
|
Cengis
|
Cethethet
|
Cethet
|
Mbegegeg
|
Mbegeg
|
Ndengangak
|
Ndangak
|
Besisik
|
Busik
|
Nyuwewek
|
Nyuwek
|
Cenanang
|
Cenang
|
Dremimil
|
Dremil
|
ANALISIS
Reduplikasi (kata ulang) dalam
Bahasa Indonesia dibedakan menjadi 5 macam, yaitu ulang penuh, ulang sebagian, ulang variasi,dan ulang afiksasi, dan
ulang kontras. Sedangkan dalam Bahasa Jawa istilah reduplikasi dikenal dengan
sebutan “tembung rangkep”. Sama halnya seperti dalam reduplikasi Bahasa
Indonesia, dalam Bahasa Jawa juga terdapat bermacam-macam reduplikasi yang
meliputi dwilingga, dwilingga salin swara, dwipurwa dan dwiwasana.
Dalam Bahasa Indonesia dapat kita
jumpai Reduplikasi Penuh, yaitu pengulangan sepenuhnya atas sebuah kata
dasar tanpa adanya pengurangan atau perubahan. Seperti bunga-bunga yang
berarti banyak bunga. Kata bunga-bunga tersebut merupakan bentuk
reduplikasi penuh dari kata dasar bunga tanpa adanya pengurangan ataupun
perubahan. Sedangkan dalam Bahasa Jawa juga terdapat reduplikasi penuh yang
disebut dengan Dwilingga, seperti godong-godong (daun-daun) yang
berarti banyak daun. Kata godong-godong tersebut merupakan bentuk dwilingga
dari kata dasar godong (daun).
Proses reduplikasi baik dalam
Bahasa Indonesia maupun dalam Bahasa Jawa sama-sama menghasilkan makna jamak
(plural). Kata bunga dalam Bahasa Indonesia berarti 1 bunga, ketika direduplikasikan
menjadi bunga-bunga maknanya berubah menjadi jamak (banyak bunga). Dan
kata godong dalam Bahasa Jawa berarti 1 daun, jika direduplikasikan
menjadi godong-godong maka maknanya menjadi jamak (banyak daun).
Pembagian reduplikasi dalam Bahasa Indonesia yang kedua adalah Reduplikasi
Sebagian. Reduplikasi sebagian adalah pengulangan yang hanya terjadi pada
suku kata awalnya saja, dan vokal dari suku awal tersebut diganti dengan huruf
é. Seperti kata laki, direduplikasikan menjadi “la-laki” dan kemudian
vokal dari kata “la” diganti dengan é,
“le-laki” menjadi lelaki. Reduplikasi
sebagian juga terdapat dalam Bahasa Jawa yang dikenal dengan Dwipurwa.
Proses pembentukan kata dwipurwa sama seperti proses reduplikasi sebagian dalam
Bahasa Indonesia. Contohnya kata tuku (membeli) yang direduplikasikan
menjadi “tu-tuku” kemudian vokal dari kata “tu” diganti dengan é, “te-tuku” menjadi tetuku.
Selain pengulangan pada awal suku kata, dalam Bahasa Jawa juga terdapat
pengurangan pada akhir suku kata yang disebut Dwiwasana. Seperti nyuwewek yang berasal dari kaya “nyuwek”
(menyobek), kemudian direduplikasikan dengan menambah suku kata yang akhir
“nyuwek-wek” menjadi nyuwewek. Reduplikasi semacam ini hanya terdapat
dalam Bahasa Jawa, tidak dijumpai dalam Bahasa Indonesia.
Reduplikasi dalam Bahasa Indonesia yang ketiga adalah Reduplikasi
Variasi, yaitu pengulangan kata dengan merubah salah satu vokal atau
konsonan pada kata yang kedua. Misalnya sayur-mayur yang berasal dari
kata dasar “sayur”, jika direduplikasikan seharusnya menjadi “sayur-sayur”.
Namun pada reduplikasi variasi ini huruf “s” pada kata sayur yang kedua diganti
dengan huruf “m” menjadi sayur-mayur. Dalam Bahasa Jawa, reduplikasi
variasi dikenal dengan istilah Dwilingga Salin Swara. Yang membedakan
reduplikasi variasa dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa hanya pada letak
perubahan vokal atau konsonannya. Jika dalam Bahasa Indonesia yang diganti
adalah vokal atau konsonan dari kata yang kedua, maka dalam Bahasa Jawa yang
diganti adalah vokal atau konsonan dari kata yang pertama. Seperti kata mlaku
(berjalan), seharusnya ketika direduplikasikan menjadi “mlaku-mlaku”,
kemudian huruf “a” pada kata mlaku yang
pertama diganti dengan huruf “o” menjadi mloka-mlaku.
Reduplikasi dalam Bahasa Indonesia yang selanjutnya adalah Reduplikasi
Afiksasi, yaitu proses pengulangan kata dengan adanya penambahan, baik
berupa prefiks (imbuhan awalan), infiks (imbuhan sisipan), maupun sufiks
(imbuhan akhiran). Contoh reduplikasi dengan imbuhan awalan adalah berlomba-lomba
yang kata dasarnya adalah “lomba” kemudian direduplikasikan menjadi
“lomba-lmba” dan mendapatkan awalan “ber” menjadi berlomba-lomba. Contoh
dari reduplikasi dengan tambahan sisipan adalah bahu-membahu yang
berasal dari kata dasar “bahu” kemudian direduplikasikan menjadi “bahu-bahu”
dan ditambahkan sisipan “mem” menjadi bahu-membahu. Dan contoh dari
reduplikasi dengan tambahan akhiran adalah kejar-kejaran yang berasal
dari kata dasar “kejar” kemudian direduplikasikan menjadi “kejar-kejar” dan
ditambahkan akhiran “an” menjadi kejar-kejaran. Reduplikasi afiksasi
semacam ini hanya ada dalam Bahasa Indonesia, tidak ada dalam Bahasa Jawa.
Pembagian reduplikasi dalam Bahasa Indonesia yang terakhir adalah Reduplikasi
Kontras, yaitu pengulangan kata dasar dengan kata yang berlawanan dengan
kata dasar tersebut. Misalnya maju-mundur, kata dasarnya adalah “maju”
kemudian direduplikasikan dengan lawan dari kata maju yaitu “mundur” menjadi maju-mundur.
Sama halnya dengan reduplikasi afiksasi, dalam reduplikasi kontras ini juga
hanya terdapat dalam Bahasa Indonesia, tidak dijumpai dalam Bahasa Jawa.
DAFTAR PUSTAKA
Verhaar, J. W. M., Asas-asas
Linguistik Umum, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2010.
Abdul Chaer, Linguistik Umum,
Jakarta, Rineka Cipta, 2007.
Soeparno, Dasar-dasar linguistik
umum, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, 2002.
Moh. Rosyid, Belajar Bahasa
Indonesia untuk Perguruan Tinggi, Semarang, UNNES Press, 2004.
Moh. Rosyid, Bijak Berbahasa, Semarang, UNNES Press, 2005.
http://puramoz.blogspot.com/2013/11/reduplikasi-dalam-bahasa-jawa.html. diakses pada 11 Juni 2015 pukul 21.05 WIB
[1] Verhaar, J. W.
M., Asas-asas Linguistik Umum, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press,
2010, Hal.151
[2] Abdul Chaer, Linguistik
Umum, Jakarta, Rineka Cipta, 2007, Hal. 182
[3] Soeparno, Dasar-dasar
linguistik umum, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, 2002, Hal. 95
[4] Moh. Rosyid, Belajar
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, Semarang, UNNES Press, 2004,
Hal.66
[5] Moh. Rosyid, Bijak
Berbahasa, Semarang, UNNES Press, 2005, Hal. 49
[8] http://puramoz.blogspot.com/2013/11/reduplikasi-dalam-bahasa-jawa.html. diakses pada
11 Juni 2015 pukul 21.05 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar